Sabtu, 15 November 2014

Tugas Pertemuan ke 2


1.      ETIKA DALAM AUDITING
1.1  KEPERCAYAN PUBLIK
Etika dalam auditing adalah suatu prinsip untuk melakukan proses pengumpulan dan pengevaluasian bahan bukti tentang informasi yang dapat diukur mengenai suatu entitas ekonomi untuk menentukan dan melaporkan kesesuaian informasi yang dimaksud dengan kriteria-kriteria yang dimaksud yang dilakukan oleh seorang yang kompeten dan independen.
Profesi akuntan memegang peranan yang penting dimasyarakat, sehingga menimbulkan ketergantungan dalam hal tanggung-jawab akuntan terhadap kepentingan publik. Kepentingan Publik merupakan kepentingan masyarkat dan institusi yang dilayani anggota secara keseluruhan. Ketergantungan ini menyebabkan sikap dan tingkah lakuakuntan dalam menyediakan jasanya mempengaruhi kesejahteraan ekonomi masyarakat dan negara.
1.2  TANGGUNG JAWAB AUDITOR KEPADA PUBLIK
Profesi akuntan di dalam masyarakat memiliki peranan yang sangat penting dalam memelihara berjalannya fungsi bisnis secara tertib dengan menilai kewajaran dari laporan keuangan yang disajikan oleh perusahaan. Ketergantungan antara akuntan dengan publik menimbulkan tanggung jawab akuntan terhadap kepentingan publik. Dalam kode etik diungkapkan, akuntan tidak hanya memiliki tanggung jawab terhadap klien yang membayarnya saja, akan tetapi memiliki tanggung jawab juga terhadap publik. Kepentingan publik didefinisikan sebagai kepentingan masyarakat dan institusi yang dilayani secara keseluruhan. Publik akan mengharapkan akuntan untuk memenuhi tanggung jawabnya dengan integritas, obyektifitas, keseksamaan profesionalisme, dan kepentingan untuk melayani publik. Para akuntan diharapkan memberikan jasa yang berkualitas, mengenakan jasa imbalan yang pantas, serta menawarkan berbagai jasa dengan tingkat profesionalisme yang tinggi. Atas kepercayaan publik yang diberikan inilah seorang akuntan harus secara terus-menerus menunjukkan dedikasinya untuk mencapai profesionalisme yang tinggi.
Justice Buger  mengungkapkan bahwa akuntan publik yang independen dalam memberikan laporan penilaian mengenai laporan keuangan perusahaan memandang bahwatanggung jawab kepada publik itu melampaui hubungan antara auditor dengan kliennya.
Ketika auditor menerima penugasan audit terhadap sebuah perusahaan, hal inimembuat konsequensi terhadap auditor untuk bertanggung jawab kepada publik. Penugasan untuk melaporkan kepada publik mengenai kewajaran dalam gambaran laporan keuangan dan pengoperasian perusahaan untuk waktu tertentu memberikan ”fiduciary responsibility” kepada auditor untuk melindungi kepentingan publik dan sikap independen dari klien yang digunakan sebagai dasar dalam menjaga kepercayaan dari publik.

1.3  TANGGUNG JAWAB DASAR AUDITOR
The Auditing Practice Committee, yang merupakan cikal bakal dari Auditing Practices Board, ditahun 1980, memberikan ringkasan (summary) tanggung jawab auditor:
·  Perencanaan, Pengendalian dan Pencatatan. Auditor perlu merencanakan, mengendalikan dan mencatat pekerjannya.
·      Sistem Akuntansi. Auditor harus mengetahui dengan pasti sistem pencatatan dan pemrosesan transaksi dan menilai kecukupannya sebagai dasar penyusunan laporankeuangan.
·    Bukti Audit. Auditor akan memperoleh bukti audit yang relevan dan reliable untuk memberikan kesimpulan rasional.
·     Pengendalian Intern. Bila auditor berharap untuk menempatkan kepercayaan pada pengendalian internal, hendaknya memastikan dan mengevaluasi pengendalian itu dan melakukan compliance test.
1.4  INDEPENDENSI AUDITOR
Independensi adalah keadaan bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan oleh pihak lain, tidak tergantung pada orang lain (Mulyadi dan Puradireja, 2002: 26). Dalam SPAP (IAI,2001: 220.1) auditor diharuskan bersikap independen, artinya tidak mudah dipengaruhi, karena ia melaksanakan pekerjaannya untuk kepentingan umum (dibedakan di dalam hal ia berpraktik sebagai auditor intern).
Terdapat tiga aspek independensi seorang auditor, yaitu sebagai berikut
a.  Independence in fact (independensi dalam fakta). Artinya auditor harus mempunyaikejujuran yang tinggi, keterkaitan yang erat dengan objektivitas.
b. Independence in appearance (independensi dalam penampilan). Artinya pandangan pihak lain terhadap diri auditor sehubungan dengan pelaksanaan audit.
c. Independence in competence (independensi dari sudut keahliannya). Independensidari sudut pandang keahlian terkait erat dengan kecakapan profesional auditor.
Meninjau Ulang Laporan Keuangan yang Relevan. Auditor melaksanakan tinjau ulang laporan keuangan yang relevan seperlunya, dalam hubungannya dengan kesimpulan yang diambil berdasarkan bukti audit lain yang didapat, dan untuk memberi dasar rasional atas pendapat mengenai laporan keuangan.

1.5  PERATURAN PASAR MODAL DAN REGULATOR MENGENAI NINDEPENDENSI AKUNTAN PUBLIK
Peraturan Pasar Modal dan Regulator mengenai Independensi Akuntan Publik diatur dalam Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Nomor: Kep-310/B1/2008 Tentang Independensi Akuntansi yang Memberikan Jasa di Pasar Modal.
Bagian khusus yang mengatur tentang independensi terdapat pada lampiran mulai poin ketiga yang menyebutkan bahwa dalam memberikan jasa profesional, khususnya dalam memberikan opini, Akuntansi wajib senantiasa mempertahankan sikap independen.
Dalam aturan tersebut, juga dinyatakan bahwa akuntan tidak independen apabila selama Periode Audit dan selama Periode Penugasan Profesionalnya, baik akuntan, Kantor Akuntan Publik, maupun Orang dalam Kantor Akuntan Publik apabila:
a.    Mempunyai kepentingan keuangan langsung atau tidak langsung yang material pada klien.
b.     Mempunyai hubungan pekerjaan dengan klien.
c.    Mempunyai hubungan usaha secara langsung atau tidak langsung yang material dengan klien.
d.    Memberikan jasa astesi selain yang sedang mendapat penugasan dan jasa non astesi kepada kilen.
e.   Memberikan jasa atau produk kepada klien dengan dasar Fee Kontinjen atau komisi, atau menerima Fee Kontinjen atau komisi dari klien.

2.      ETIKA DALAM AKUNTANSI KEUANGAN DAN AKUNTANSI MENEJEMEN
2.1  TANGGUNG JAWAB AKUNTAN PAJAK
Akuntansi perpajakan dapat didefinisikan sebagai “Bidang Akuntansi yang mengkalkulasi, menangani, mencatat, bahkan menganalisa dan membuat strategi perpajakan sehubungan dengan kejadian-kejadian ekonomi (transaksi) perusahaan”.
Tanggung jawab utama praktisi pajak adalah sistem pajak. Suatu sistem pajak yang baik dan kuat tidak hanya terdiri dari entitas administrasi pajak saja. Hal tersebut juga harus terdiri dari kongres, administrasi dan komunitas praktisi. Bukan sebagai bagian yang terpisah dari masyarakat yang luas, tetapi lebih bekerja sama ke arah tujuan umum. Ketika secara umum menyetujui bahwa praktisi pajak mempunyai kewajiban atas kemampuan, loyalitas dan kerahasiaan klien, hal ini disebut juga tanggung jawab praktisi atas sistem pajak yang baik.
Tanggung jawab terakhir adalah pentingnya pervasive (peresapan). Dalam hubungan antara praktisi dan klien yang normal, kedua tanggung jawab dikenali dan dilaksanakan. Namun, situasi ini sulit. Dalam beberapa situasi praktisi diperlukan untuk memutuskan kewajiban yang berlaku dan dalam pelaksanaannya dapat disimpulkan bahwa kewajiban atas sistem pajak yang tertinggi. Praktisi pajak membantu dalam mengatur hukum pajak dengan jujur dan adil dalam pelayanan dan pengembangan kepercayaan klien dalam integritas dan kepatuhan terhadap sistem pajak.
Praktisi lebih baik melayani publik dengan mengadopsi suatu sikap. Aturan etika yang fundamental dalam praktik perpajakan pada tingkat etika personal adalah praktisi pajak harus mengijinkan klien untuk membuat keputusan final. Disamping itu praktisi harus bertanggung jawab tidak menyediakan informasi yang salah untuk pemerintah.

2.2  ETIKA AKUNTAN PAJAK
Konsultan Pajak adalah setiap orang yang dengan keahliannya dan dalam lingkungan pekerjaannya, secara bebas dan profesional memberikan jasa perpajakan kepada Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Dalam kaitannya dengan etika akuntan pajak, AICPA mengeluarkan Statemet on Responsibilities in Tax Practice (SRTP). Adapun isinya adalah sebagai berikut:
Ø  SRTP (Revisi 1988) No.1: Posisi Pengembalian Pajak
Statemen ini menetapkan standar masa depan yang bisa diterapkan untuk anggota  ketika merekomendasikan tingkat pengembalian pajak dan menyiapkan atau menandatangani surat pembayaran pajak (termasuk klaim untuk lebih bayar) yang disimpan dengan mengenakan pajak otoritas.
Ø  SRTP (Revisi 1988) No.2: Jawaban Pertanyaan atas Pengembalian
Statemen Ini menetapkan standar yang bisa diterapkan untuk anggota ketika menandatangani suatu pajak kembalian jika atau mempertanyakan kelebihan pajak kembalian
Ø  SRTP (Revisi 1988) No.3: Aspek prosedur tertentu dalam menyiapkan Pengembalian
Dalam menyiapkan atau menandatangani suatu pajak kembalian, suatu anggota dengan hati jujur boleh  mempercayakan, tanpa verifikasi, atas informasi yang diberikan oleh wajib pajak atau dengan pihak ketiga.
Ø  SRTP (Revisi 1988) No.4: Penggunaan Estimasi
Kecuali jika yang dilarang oleh undang-undang atau menurut peraturan, suatu anggota boleh menggunakan taxpayer’s untuk menaksir persiapan suatu pajak kembalian jika itu bukanlah praktis untuk memperoleh data tepat dan jika anggota menentukan bahwa perkiraan yang layak adalah didasarkan pada keadaan dan fakta saat itu yang diperlihatkan kepada anggota.
Ø  SRTP (Revisi 1988) No.5: Keberangkatan dari suatu posisi yang sebelumnya disampaikan di dalam suatu kelanjutan administrative atau keputusan pengadilan
Pajak Kembalian berkenaan dengan memposisikan suatu item ketika ditentukan di dalam suatu kelanjutan administratif atau keputusan pengadilan/lingkungan tidak membatasi suatu anggota merekomendasikan dari suatu pajak yang berbeda, kemudian memposisikannya kembali, kecuali jika wajib pajak dalam pemeriksaan.
Ø  SRTP (Revisi 1988) No.6: Pengetahuan Kesalahan: Persiapan Kembalian
Suatu anggota perlu menginformasikan kepada wajib pajak dengan segera atas suatu kesalahan di dalam suatu pajak kembalian yang disimpan atau ketika sadar  akan kegaalan suatu taxpayer’s untuk memfile suatu kembalian yang diperlukan.
Ø  SRTP (Revisi 1988) No.7: Pengetahuan Kesalahan: Cara kerja administrasi
Jika suatu anggota sedang mewakili suatu wajib pajak di dalam administratifnya untuk suatu kembalian yang berisi suatu kesalahan, maka anggota perlu menginformasikannya kepada wajib pajak itu.
Ø  SRTP (Revisi 1988) No.8: Format dan isi nasihat pada klien
Suatu anggota perlu menggunakan pertimbangan untuk memastikan bahwa petunjuk pajak yang disajikan ke suatu wajib pajak mencerminkan kemampuan/ wewenang profesional dan sewajarnya melayani kebutuhan taxpayer’s

2.3  KOMPLEKSITAS ATURAN PERPAJAKAN VS KLIEN
Pajak secara klasik memiliki dua fungsi. Fungsi bugeter dan fungsi reguleren. Berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 pasal 23  ayat 2, disebutkan bahwa “segala pajak untuk keperluan negara berdasarkan undang-undang.” Dari hal tersebut dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki fungsi yang luas antara lain sebagai sumber pendapatan negara yang utama, pengatur kegiatan ekonomi, pemerataan pendapatan masyarakat, dan sebagai sarana stabilisasi ekonomi. Kalau kita lihat APBN, pajak selalu dituntut untuk bertambah dan bertambah. Pemerintah harus memasukkan uang sebanyak-banyaknya ke kas negara. Dalam struktur anggaran negara, seperti halnya negara kita bisa mencapai 75% diperoleh dari pajak. Kondisi inilah yang memicu pemerintah untuk membuat aturan-aturan perpajakan. Aturan perpajakan merupakan masalah yang sebaiknya menjadi prioritas bagi pemerintah supaya tidak terjadi tax evasion/tax avoidance.
Berikut ini salah satu kasus yang mencerminkan kompleksitas aturan perpajakan vs tuntutan klien:
Pajak Ganda pada Dividen. Secara teori Indonesiamenganut klasikal sistem. Artinya, ada pembedaan subyek pajak. Yaitu subyek pajak badan dan subjek pajak perseorangan. Yang bermasalah dalam pajak dividen adalah terjadi economic double taxation. Pengertiannya, sebelum dividen dibagi kepada pengusaha, laba tersebut merupakan laba perusahaan yang dikenakan pajak, atau disebut pajak korporat. Namun, ketika dibagi lagi kepada pemegang saham di korporat, pemegang saham itu harus dikenakan pajak lagi. Inilah yang disebut sebagai pajak ganda. Sebagai perbandingan,Malaysia dan Singapura tidak lagi menggunakan pajak atas dividen. Mereka menggunakan kredit sistem. Yakni, pajak yang bisa dikreditkan kepada para pemegang saham di korporat. Sehingga, korporat hanya dimaknai sebagai sarana. Subyek pajak tetap melekat pada pribadi. Tak ada lagi pajak ganda yang membebani.

SUMBER:
§  IKPI. 2010. Standar Profesi Konsultan Pajak
§  Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Nomor: Kep-310/B1/2008 Tentang Independensi Akuntansi yang Memberikan Jasa di Pasar Modal
§  Liberti Pandiangan. 2007. Perpajakan Menapak 2007 (artikel). Klikpajak.com
§  Ludigdo, U (2007). Paradoks Etika Akuntan. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
§  Rahmawati. 2008. Handout Etika Bisnis dan Profesi untuk Akuntan. FE: UNS
§  Sungguh, A (2004). Etika Profesi Jakarta : Sinar Grafika